Duri
Minggu, 09 Desember 2012 @ 04.30 | 2 Comment [s]
Tuhan mengajarkanku menjadi manusia yang benar-benar manusia terdidik. Mendidikku mengayuh roda agar aku tak kehilangan arah. Mengarahkanku pada jalan-jalan beraspal yang panjang tak berkesudahan. Menyudahkanku pada simpang siur kegelapan. Tapi tak pernah menggelapkanku pada jalan-jalan buntu yang menungguku.Kuteguk garis tanganku yang mengalir bisu. Mengenyam duri yang melindas begitu saja. Sakit memang, namun di depannya kulihat merah mawar yang mengajakku berkelana. Apa boleh buat? Kutelan saja duri itu matang-matang. Adakah simbol yang memberiku waktu berjalan sejauh ini? Aku lelah memakan duri. Memuntahkannya bila mulutku berdarah-darah. Menelannya bila gerahamku cukup kuat mengunyah. Asaku ganjil tak terhitung. Dimanakah tempat tanpa duri? Rodaku tak bisa berhenti. Selain Tuhan yang menyuruhnya berhenti atau sekadar istirahat tak guna. Jalan ini terlalu panjang untuk duri yang berserakan. Aku lelah melihatnya. Dimanakah aku harus berhenti? Memeluk diri yang menggigil sepi. Kemanakah aku harus pergi? Dengan mimpi-mimpi yang telah menjadi duri. Aku lelah. Sangat lelah. Adakah duri yang bisa mengukir senja di balik mata? |
The Disclaimer underlined, bold GOING BETTER
Navigations! Let's Talk!
The Credits! |